Kamis, 26 Agustus 2010

Selalu Ada Harapan untuk Menikah

Mariska Lubis
|  26 Agustus 2010  |  07:00

Banyak yang mengeluh setiap kali masalah nikah dan tidak menikah atau belum menikah ditanyakan. “Kenapa nggak kawin-kawin, sih?“. Huh! Apalagi biasanya, pertanyaan seperti ini terus saja diulang-ulang sampai telinga terasa panas. Membuat juga menjadi malas untuk bertemu orang-orang karena pasti akan ditanya hal yang sama, yang sebetulnya secara tidak sadar, seringkali sebenarnya sudah termasuk dalam kategori pelecehan dan intimidasi secara verbal. Bagaimana tidak, sering, kan, mereka yang belum menikah ini dijadikan bahan lelucon dan olok-olokan?! Bukankah membuat orang lain tertekan dan malu adalah bentuk dari intimidasi serta pelecehan?!

Mungkin saya termasuk orang yang terlambat menyadarinya, karena setelah saya pikirkan baik-baik, pertanyaan itu memang sangat menjengkelkan sekali. Saya bukan mencari alasan atau pembenaran atas apa yang telah saya lakukan dan apa yang telah terjadi, tetapi itulah juga yang membuat saya menjadi “asal” dan melakukan kesalahan. Yang penting nikah, toh?! Mau sama siapa juga nggak masalah. Pokoknya nikah, punya anak di usia yang masih “pantas” (tidak terlalu tua ataupun muda), mendapatkan nilai atau ponten yang baik di mata orang lain, selesai. Siapa yang memikirkan bagaimana apa yang kita inginkan dan rasakan sebenarnya? Mereka?! Kita sendiri?! Salah sendiri juga, sih, kenapa konyol, bodoh, dan emosional. Coba jujur dan berani mengambil sikap saja, pasti tidak perlu demikian.

Tidak salah sebenarnya untuk mengingatkan untuk segera berumah tangga bila memang itu adalah sesuatu yang baik dan tidak dipaksakan. Hanya sebaiknya selalu diingat, cinta dan sayang bukan berarti membuat yang kita cintai dan sayangi itu menjadi kita ataupun menjadi yang kita inginkan. Berikanlah cinta dan sayang dengan menjadikan mereka diri mereka sendiri. Menjadi seorang pribadi yang memiliki karakter serta kepribadian yang kuat, mandiri,dan berani bertanggungjawab. Itu jauh lebih berarti dan berharga serta tidak menjerumuskan. Berapa banyak yang secara tidak sadar, tidak diakui juga sebenarnya telah menjerumuskan mereka yang dicintai dan disayanginya?!

Menikah dan tidak menikah memiliki faktor resiko masing-masing. Menurut saya, dua-duanya sama saja apalagi bila sebuah pernikahan tidak didasari oleh cinta yang sesungguhnya dan ketulusan hati. Sama-sama juga tidak mau berusaha dan saling mengerti serta memahami, saling jujur, saling belajar, saling merendahkan hati, dan commit pada comitment yang telah dibuat. Awalnya saja baik-baik dan manis-manis, buntutnya baru, deh, pada ketahuan jeleknya. Biasanya begitu, kan?!

Banyak juga yang tidak menikah karena alasan tersebut. Menjadi takut karena sudah banyak sekali contoh yang terjadi. Ibarat sebuah judi, memang pernikahan tidak bisa dipastikan apakah akan langgeng, baik, ataupun hancur dan berantakan. Butuh nyali yang cukup untuk mau melakukannya. Resiko yang dihadapi memang tidak mudah apalagi bila sudah menyangkut anak. Ada banyak sekali masalah yang terkait, di mana tidak lagi mungkin bagi seseorang yang menikah untuk selalu mementingkan diri sendiri, karena kepentingannya adalah kepentingan bersama dan kepentingan bersama adalah kepentingannya juga.

Tak sedikit juga yang karena pernah mendapatkan pengalaman buruk seperti ditinggal kekasih atau diperlukan tidak baik oleh mantan kekasihnya. Cobalah untuk belajar untuk memaafkan dan berdamai dengan diri sendiri, karena hanya itulah obatnya. Hidup di masa lalu tidak akan membuat hidup ini menjadi lebih baik, karena proses dalam kehdiupan itu sendiri menjadi berhenti. Bagaimana mau maju bila tidak mau juga melangkah dan tetap saja berada di belakang?! Semua itu bukanlah musibah, tetapi pembelajaran agar kita menjadi lebih siap menghadapi masa depan. Postiflah, bahwa masa depan itu lebih baik dari yang lalu ataupun sekarang ini. Itu akan membuat diri menjadi lebih bahagia.

Selain itu, masalah minder karena merasa “kurang” atau “terlalu biasa” acapkali membuat seseorang menjadi sulit untuk mengembangkan diri. Memangnya kenapa kalau kurang dan biasa?! Apa ada orang yang tidak memiliki kekurangan meski dia dianggap super duper luar biasa?! Tidak ada!!! Jangan pernah merasa kurang tetapi fokuslah pada kelebihan dan potensi diri. Itu akan jauh lebih membantu.

Bilapun malu karena memiliki masa lalu yang mungkin tidak baik, misalnya sudah pernah menikah dan bercerai, tidak perawan, mantan pecandu, dari keluarga broken home, keluarga miskin, dan lain sebagainya, kenapa harus malu bila memang itu fakta dan kenyataan yang ada? Semua itu tidak perlu disembunyikan tetapi jadikan itu semua sebagai bagian yang membentuk diri sekarang ini. Apakah sudah lebih baik dari yang lalu atau belum?! Apakah mau menjadi lebih baik atau tidak?! Tidak perlu takut tetapi yakinlah bahwa selalu ada cinta yang diberikan dengan tulus dan ikhlas. Segala yang terbaik selalu diberikan oleh-Nya. Bila diri penuh dengan cinta, dan mau memberikan banyak cinta untuk yang lain, maka bukan suatu hal yang mustahil bila kita pun mendapatkan cinta.

Saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman saya, di mana banyak sekali yang mengira bahwa saya mudah mendapatkan kekasih. Saya bisa dengan mudahnya gonta-ganti pasangan dengan siapa pun yang saya inginkan. Jangan salah!!! Tidak semudah itu!!! Saya sangat kesulitan mendapatkan kekasih karena banyak yang takut dan merasa minder dengan saya atau pun dengan pria-pria yang berada di sekeliling saya. Entah juga kenapa harus demikian. Banyak yang mengakuinya belakangan dan saya sendiri pun baru mengetahuinya. Berhubung tidak tahu, saya pun jadi merasa tidak memiliki banyak pilihan. Makanya, saya tidak memiliki banyak pengalaman seperti yang dibayangkan banyak orang.

Yang paling parah menurut saya, biasanya orang menjadi tidak menikah karena merasa “lebih” sehingga pantasnya mendapat yang minimun “sepadan” atau “setara”. Yah, kalau menurut saya, sih, ini sebuah bentuk dari kesombongan atau ketakutan yang terlalu berlebih. Kriteria itu seharusnya bukan menjadi patokan untuk mencari pasangan karena cinta bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dengan siapa saja. Belum tentu juga dengan yang sesuai dengan kriteria itu kita cinta dan bahagia. Tak sedikit juga yang menderita karena memaksakan “kriteria” dan membohongi diri karena itu semua. Penyesalan selalu datangnya belakangan.

Yah, menikah tidak menikah adalah pilihan. Tidak perlu dijadikan sebuah”momok” yang dijadikan bahan untuk menilai dan memberikan penilaian. Hargailah semua pilihan itu dan bertanggungjawablah atas semua pilihan yang diambil. Belajar dari pengalaman yang lain bahwa penyesalan selalu tidak ada gunanya. Proses itu jauh lebih berarti daripada “hasil” yang hanya untuk mendapatkan nilai manusia semata karena hidup adalah proses yang tidak pernah boleh berhenti untuk mencapai kebahagiaan yang abadi.
Selamat memilih dan teruslah berjuang dan berusaha!!!

Salam Kompasiana,
Mariska Lubis

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com